A.
Pengertiaan Manajemen
Manajemen merupakan faktor yang memegang
peranan di dalam menentukan setiap pencapaian tujuan organisasi yang dilakukan
oleh pengelola sekolah baik itu keapala sekolah maupun guru sebagai pelaksana .Sebab
berkaitan dengan serangkaian dari aktivitas yang dilakukan oleh sekelompok
orang dalam organisasi,untuk lebih jelasnya lagi mengenai pengertiaan
manajemen,seperti yang diuraikan definisi dari G.R Terry,yang telah dikutip
dalam bahasa indonesia :
Manjemen merupakan sebuh proses yang khas
yang terjadi dari tindakan-tindakan perencanaan dan pengawasan,yang dilakukan
untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran dari yang telah ditentukan
melalui sumber daya manusia serta sumber-sumber lain. winadri (1982).
Dalam Pengertian lain manajemen diuraikan
sebagai berikut Manajemen merupakan kemampuan atau keterampilan untuk
memperoleh sesuatu hasil melalui kegiatan-kegiatan oran lain.Namun demekian
dapat pula dikatakan bahwa manajemen merupakan alat pelaksana utama daripada
administrasi. Siagian (1983).
Kedua pengertiaan manajemen di
atas,menunjukan bahwa manajemen itu merupaka aktivitas-aktivitas inti/pusat
dari suatu organisasi,tanpa manajemen organisasi tidak mencapai tujuan.Pendapat
Lainnya tentang manajemen, yaitu : Manajemen adalah ilmu seni yang mengatur
proses pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif
dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Hasibuan (1984).
Beberapa uraian diatas,dapat dikatakan
bahwa manajemen adalah suatu proses kegiatan memimpin,memberikan
bimbingan,serta mengarahkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Manajemen merupakan subjek yang sangat
penting karena terdapat usaha-usaha untuk menetapkan sasaran, bukan saja
ditunjukan untuk mengidentifikasikan,menganalisa, dan menetapkan tujuan-tujuan
yang harus dicapai tetapi untuk mengombinasi secara efektif bakat orang-orang
dan mendayagunakan sumber-sumber materil adalah manajemen. Manajemen terdapat
pada hampir semua ativitas manusia disekolah,dijalan rumah
sakit,kantor,pabrik,atau rumah.
Menurut Stoner dalam sulistyorini
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan manajemen adalah proses
perencanaan,pengorganisasiaan,pengarahan,dan pengawasan usaha-usaha para
anggota organisasi dan pengguna sumber daya organisasi lainnya agar dapat
mevapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Sedangkan Kurniawan (2017) mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan manajemen adalah proses tertentu yang dilakukan
untuk menentukan dan mencapai tujuan tertentu yang sudah ditetapkan dengan
menggunakan manusia sebagai sumber daya lainnya.
Manajemen dipandang sebagai upaya atau
proses pencapain tujuan dengan menggunakan keahliaan seseorang,sehingga dapat
dipahami bahwa pengertian dari manajemen adalah proses
perencanaan,pengorganisasiaan,pengarahan,dan pengawasan usaha-usaha dari sumber
daya organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan menggunakan
keahilaan dari seseorang.
B.
Pengertiaan Konflik
Konflik didefiniskan sebagai suatu proses
interaksi sosial dimana dua orang atau lebih atau dua kelompok atau lebih,
berbeda atau bertentangan dalam pendapat atau tujuan mereka, (Cummings, P.
W.(1980:41). Tidak berbeda denga pendapat diatas, Alisjahbana, S.T .(1986:139),
mengartikan konflik adalah perbedaan pendapat dan pandangan diantara
kelompok-kelompok masyarakat yang akan mencapai nilai yang sama. Sedangkan
Stoner, J.A.F. & Freeman, R.E. (1994) berpendapat bahwa konflik organisasi
adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka atau perselisihan soal tujuan, status,
nilai persepsi atau kepribadiaan. Perbedaan pendapat dan persepsi mengenai
tujuan, kepentingan maupun status serta nilai individu dalam organisasi
merupakan penyebab munculnya konflik. Demikian halnya persoalan alokasi sumber
daya yang terbatas dalam organisasi dapat menimbulkan konflik antar individu
maupun antar kelompok.
Lebih lanjut dikemukakan oleh Luthans
(1985), perilaku konflik dimaksud adalah perbedaan kepentingan atau minat,
perilaku kerja, perbedaan sifat individu, dan pernedaan tanggung jawab dalam
aktivitas organisasi. pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh
Walton,R.E.(1987:2) yang menyatakan bahwa konflik organisasi adalah perbedaan
ide atau inisiatif antara bawahan dengan bawahan, manajer dengan manajer dalam
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan (coordinated
activities). Perbedaan inisiatif dan pemikiran sebagai upaya identifikasi
masalah-masalah yang menghambat pencapaian tujuan organisasi.
DuBrin,A.J.(1984:346) mengartikan konflik
mengacu pada pertentangan antar individu atau kelompok yang dapat meningkatkan
ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan
sebagaimana dikemukakan sebagai berikut. “Conflict
in the context used,refers to the opposition of persons or forces that give
rise to some tension. It occurs when two or more parties (individuals, gropus,
organization) perceive exclusive goals, or event”. Hal senada dikemukakan
juga oleh Hardjana (1994), bahwa konflik adalah perselisihan, pertentangan
antara dua orang atau dua kelompok dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan
yang lainnya sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu. Kedua pendapat
terakhir menganggap bahwa pertentangan antar individu atau dan kelompok sebagai
perilaku yang mengganggu pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian konflik
diartikan sebagai peristiwa yang dapat merugikan organisasi.
Pengertiaan yang lebih lengkap
dikemukakan oleh Stoner dan Wankel (1986) bahwa konflik organisasi adalah
ketidaksesuaiaan antara dua orang anggota organisasi atau lebih yang timbul
karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber-sumber
daya yang terbatas, atau aktivitas-aktivitas pekerjaan dan atau karena fakta bahwa
mereka memiliki status, nilai, tujuan, nilai-nilai atau persepsi yang berbeda.
Sedangkan Aldag, R.I dan Stearns, T.M.(1987:412) secara tegas mengartikan
konflik adalah ketidaksepahaman antara dua atau lebih individu/kelompok sebagai
akibat dari usaha kelompok lainnya yang mengganggu tujuan. Dengan kata lain,
konflik timbul karena satu pihak mencoba untuk merintangi/mengganggu pihak lain
dalam usahanya mencapai suatu tujuan.
Dengan demikian, Suatu organisasi yang
sedang mengalami konflik dalam aktivitasnya menunjukan ciri-ciri sebagai
berikut; (1) terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antar individu atau
kelompok, (2) terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan
adanya perbedaan persepsi dalam menafsirkan program organisasi, (3) terdapat
pertentangan norma, dan nilai-nilai inividu maupun kelompok, (4) adanya sikap
dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain untuk memperoleh kemenangan
dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas, (5) adanya perdebatan
dan pertentangan sebagai akibat munculnnya kreativitas inisiatif atau
gagasan-gagasan baru dalam mencapai tujuan organisasi.
C.
Pengertiaan Manajemen Konflik
Salah satu Persoalan yang sering muncul
selama berlangsungnya perubahan di dalam organisasi adalah adanya konflik antar
anggota atau antar kelompok. Konflik tidak hanya harus diterima dan dikelola
dengan baik, tetapi juga harus didorong, karena konflik merupakan kekuatan
untuk mendatangkan perubahan dan kemajuaan dalam lembaga (Hardjana, 1994).
Konflik antar orang di dalam organisasi tak dapat dielakkan, tetapi dapat
dimanfaatkan kearah produktif bila dikelola secara baik (Cummings, 1980:59).
Dengan demikian pula Edelman,R.J (1997) menegaskaskan bahwa, jika konflik
dikelola secara sistematis dapat berdampak positif yaitu, memperkuat hubungan
kerjasama, meningkatkan kepercayaan dan harga diri, mempertinggi kreativitas
dan produktivitas dan meningkatkan
kepuasan kerja. Akan tetapi sebaiknya, manajemen konflik yang tidak efektif dengan cara menerapkan
sangsi yang berat bagi penantang, dan berusaha menekan bawahan yang menentang
kebijakan sehingga iklim organisasi semakin buruk dan meningkatkan sifat ingin
merusak. (Owens, R.G,1991).
Konflik antar individu atau antar
kelompok dapat menguntungkan atau merugikan bagi kelangsungan organisasi. Maka
dari itu, pimpinan organisasi dituntut memiliki kemampuaan tentang manajemen
konflik dan memanfaatkan konflik untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas
organisasi. Manajemen konflik adalah cara yang dilakukan oleh pimpinan pada
saat menanggapi konflik (Hardjaka,1994). Dalam pengertian yang hampir sama, manajemen
konflik adalah cara yang dilakukan pimpinnan dalam menaksir atau
memperhitungkan konflik (Hendricks, W., 1992). Demikian halnya, Criblin, J.
(19982:219) mengartikan bahwa manajemen konflik merupakan teknik yang dilakukan
pimpinan organisasi untuk mengatur konflik dengan cara menentukan peraturan
dasar dalam bersaing. Sementara Tosi, H.L.et.al. (1990) berpendapat bahwa, “Conflict management mean that a manager
takes an active role in addressing conflict situations and intervenes if
needed”. Manajemen konflik dalam organisasi menjadi tanggung jawab pimpinan
(manajer) baik manajer tingkat lini (supervisor),
manajer tingkat menengah (middle
manager), dan manajer tingkat atas (top
manager), maka diperlukan peran aktif untuk mengarahkan situasi konflik
agar tetap produktif. Manajemen konflik yang efektif dapat mencapai tingkag
konflik yang optimal yaitu, menumbuhkan kreativitas anggota, menciptakan
inovasi, mendorong perubahan, dan bersikap kritis terhadap perkembangan
lingkungan.
Tujuan manajemen konflik untuk mencapai
kinerja yang optimal dengan cara memelihara konflik tetap fungsional dan
meminimalkan akibat konflik yang merugikan (Walton, R.E. 1987:79; Owens,
R.G.,1991). Selanjutnya manajemen konflik berguna dalam mencapai tujuan yang
diperjuangkan dan memjaga hubungan pihak-pihak yang terlibat konflik tetap baik
(Hardjana, 1994). Mengingat kegagalan dalam mengelola konflik dapat menghambat
pencapaian tujuan organisasi,maka pemilihan terhadap teknik pengendaliaan
konflik menjadi perhatiaan pimpinan organisasi. Tidak ada teknik pengendaliaan
konflik yang dapat digunakan dalam segala situasi, karena setiap pendekatan
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Gibson, J.L. et al (1996) mengatakan,
memilih resolusi konflik yang cocok tergantung pada faktor-faktor penyebabnya.
Dan penerapan manajemen konflik secara tepat dapat meningkatkan kreativitas,
dan produktivitas bagi pihak-pihak yang mengalami (Owens,R.G.,1991).
D. Peran Manajer
Dalam Mengelola Konflik
Pendekatan berikut ini dapat digunakan
sebagai konstribusi peran kepala sekolah dalam mengendalikan/menyelesaikan
konflik :
§ Sanggup
menyampaikan pokok masalah penyebab timbulnya konflik
Konflik tidak dapat diselesaikan jika permasalahan
pokoknya terisolasi. Konflik sangat bergantung pada konteks dan setiap pihak
yang terkait seharusnya memahami konteks terserbut. Permasalahan menjadi jelas tidak
berdasarkan asumsi, melainkan jika disampaikan dalam pernyataan pasti.
§ Mau
mengakui adanya konflik
Pendekatan dengan konfrontasi dalam menyelesaikan
konflik biasanya justru mengarah orang untuk membentuk kubu. Untuk itu,
bicarakan pokok permasalahan, bukan mencari yang menjadi penyebabnya.
§ Bersedia
melatih diri untuk mendengarkan dan mempelajari perbedaan
Pada umumnya kemauan mendengarkan sesuatu dibarengi
dengan keinginan untuk memberi tanggapan. Seharusnya, kedua belah pihak
berusaha untuk benar-benar saling mendengarkan.
§ Sanggup
mengajukan usul atau nasihat
Ajukan usul baru yang didasari oleh tujuan kedua
belah pihak dan dapat mengakomodasi keduanya. Tawarkan juga kesediaan untuk
selalu dapat membantu mewujudkan rencana-rencana tersebut.
§ Meminimalisasi
ketidakcocokan
Cari jalan tengah di antara kedua belah pihak yang
sering berbeda pandangan dan pendapat. Fokuslah pada persamaan dengan
mempertimbangkan perbedaan yang sifatnya tidak mendasar.
Seorang
kepala sekolah selalu menghadapi kemungkinan untuk terlibat dalam
konflik-konflik yang terjadi sebagai mediator (pihak penengah) pihak ketiga.
Sebagai pihak ketiga,seorang kepala sekolah dapat membantu pihak
bawahannya menyelesaikan konflik-konflik
antar pribadi antar kelompok. Peranan sebagai seorang mediator sangat penting,
tetapi banyak menimbulkan kesulitan pula. Menurut Winardi (1994:24), peranan
tersebut dapat dilaksanakan melalui dua macam pendekatan yang berbeda, yaitu
intervensi secara aktif dan fasilitasi.
1. Intervensi
Secara Aktif
Kepala sekolah dapat
melakukan aneka macam tindakan untuk berintervensi secara aktif dalam rangka
upaya menyelesaikan situasi-situasi konflik. Ada masa di saat menghimbau para
pihak yang berkonflik untuk mengingat tujuan-tujuan yang telah disepakati
bersama, dapat menyebabkan mareka lebih rela reda dalam hal berkonflik.
Hal
tersebut memberikan waktu kerangka referensi yang sama, bagi mereka yang
terlibat dalam konflik yang bersangkutan, hingga dapat dianalisa perbedaan-perbedaan
pandangan dan pendapat,hingga dapat diselesaikan ketidaksesuaian yang ada.
2. Fasilitasi
Pendekatan
kedua ke arah mediasi,adalah akibat melalui peranan fasilitator. Pendekatan ini
sangat bersifat pribadi, dan untuk ini diperlukan penggunaan
keterampilan-keterampilan komunikasi yang berhasil. Mendengar secara aktif
sangat dibutuhkan, emosi-emosi yang bersifat disfungsional perlu ditiadakan dan
arus komunikasi bebas perlu ditumbuhkan, guna menjangkau inti dari masalah yang
ada.
Upaya
dari “luar” unutk melaksanakan intervensi,mungkin sekali akan menimbulkan
reaksi permusuhan, agresi dan penyerangan secara verbal maupun secara fisikal.
Mungkin pihak yang bersangkutan menarik diri, bungkam seribu bahasa, dan timbul
perasaan cemas dan takut. Dalam situasi-situasi demikian, maka peranan seorang pimpinan
membantu mdlancarkan arus komunikasi antara pihak yang terlibat didalam konflik
yang bersangkutan.