Minggu, 23 Desember 2018

MAKALAH LANDASAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM


DAFTAR ISI




Kata Pengantar......................................................................................................................
Daftar Isi................................................................................................................................
Pendahuluan..........................................................................................................................

BAB 1 : INDIVIDU MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
A. Individu Masyarakat Dan Kebudayaan....................................................... 1
B. Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Budaya............................................... 6
C. Pengertian Kebuadayaan............................................................................ 7
D. Penggolongan Dan Wujud Kebudayaan.................................................... 7

BAB II : PENDIDIKAN : SOSIALISASI DAN ENKULTURASI
A. Pengertian Pendidikan............................................................................... 10
B. Pengertian Sosialisasi..................................................................................10
C. Pengertian Enkulturasi............................................................................... 11
D. Proses Sosialisasi dalam pembentukan kepribadian................................... 12
E. Proses Enkulturasi...................................................................................... 13
F. Macam-macam sosialisasi.......................................................................... 13

BAB III : PENDIDIKAN PRANATA SOSIAL
A. Pengertian Pendidikan Sebagai Pranata Sosial......................................... 15
B. Fungsi Pranata Sosial Secara Umum......................................................... 20
C. Fungsi Pranata Dalam Pendidikan ............................................................ 20
D. Hubungan Pranata Sosial Dengan Pendidikan......................................... 20

BAB IV : PENDIDIKAN FORMAL, INFORMAL, NON FORMAL
A. Pengertian.................................................................................................. 22
B. Persamaan ................................................................................................. 25
C. Perbedaan Aspek Aspek Dalam Pendidikan............................................. 26

BAB V : PENDIDIKAN. MASYARAKAT, DAN KEBUDAYAAN
A. Pengertian Pendidikan .............................................................................. 28
B. Pengertian Budaya.................................................................................... 29
C. Pengertian Masyarakat .............................................................................. 29
D. Hubungan Budaya Dengan Pendidikan ..................................................  29
E. Hubungan Pendidikan Masyarakat Dengan Masyarakat........................... 30
F. Hubungan Masyarakat Dengan Kebudayaan ...........................................  30

BAB VI : POLA-POLA KEGIATAN SOSIAL PENDIDIKAN
A. Pola Nomothetis ....................................................................................... 32
B. Pola Ideografis.......................................................................................... 33
C. Pola Transaksonal ...................................................................................... 35

BAB VII : POLA SIKAP GURU KEPADA SISWA DAN IMPLIKASI NYA TERHADAP FUNGSI DAN TIPE GURU
A. Pola Sikap Guru Kepada siswa......................................................................
B. Jenis – Jenis Hubungan Guru – Murid...........................................................
C. Hubungan Antara Hasil Belajar Murid Dengan Kelakuan Guru...................
D. Kelakuan Murid Berhubungan Dengan Kelakuan Guru...............................

BAB VIII : PERAN SOSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Pengertian Sosiologi Pendidikan Islam.........................................................
B. Sebab Munculnya Sosiologi Pendidikan Islam..............................................
C. Bidang Kajian Sosiologi Pendidikan Islam...................................................

BAB IX : LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DALAM KONTEKS SOSIOLOGI

BAB X : HUBUNGAN ANTAR MANUSIA DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
A. Hubungan Manusia Dan Pendidikan.............................................................
B. Kaitan Manusia, Kebudayaan Dan Pendidikan.............................................

BAB I
ORIENTASI FILSAFAT


A.    Pengertian Filsafat
Secara Etimologis, filsafat merupakan terjemahan dari Philolophy (Bahasa Inggris) atau Philosophia dari bahasa Yunani. Kata tersebut terdiri dari dua suku kata yaitu Philo dan Shopia.Philo yang berarti suka atau cinta, dan Shopia berarti kebijaksanaan. Jadi, Philoshopia berarti suka atau cinta pada kebijaksanaan.
Apabila diperhatikan bahwa nama Filosof (philosophos) pertama kali dalam sejarah dipergunakan oleh Pythagoras (570-500 SM). Menurutnya, Filosof adalah seorang yang ingin untuk mengetahui  segala sesuatu menurut keadaan yang sebenarnya, keinginan tersebut semata-mata untuk mengetahui dan juga mengatakan bahwa dalam masa Socrates dan Plato (abad ke-5 SM), nama filsafat dan filosuf sudah lazim dipakai untuk dalam dialog plato yang berjudul Phaidros.
Mengenai Pengertian (Definisi)  filsafat tersebut, perlu dipahami bahwa filsafat memandang alam ini sebagai suatu kesatuan yang tidak dipecah-pecah, sehingga ia membahasnya secara keseluruhan, antara yang satu sama lainnya sehingga berkaitan.
 Pertama, menurut Plato. Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
Kedua, menurut Aristoteles “filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika”.
Ketiga, menurut golongan Stoa “filsafat ialah usaha untuk mencari kesempurnaan yang bersifat teori dan amalan dalam bidang logika, fisika, dan etika.
Keempat, menurut al-Farabi filasafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam maujud sebagaimana hakikat yang sebenarnya.
Kelima, menurut Descartes filsafat merupakan sekumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
Banyak yang berkesimpulan tentang filsafat, seperti yang dikemukakan oleh oleh DR. Yahya Huaidi, dosen filsafat pada Universitas Cairo bahwa “filsafat itu tidak lebih dari suatu pemikiran, dimana orang harus berpandangan biasa dan tidak terikat pada lapangan penyelidikan tertentu, seperti halnya para ilmuan dan bukan pula bertolak dari suatu paham yang sudah diterima kebenarannya lebih dahulu, seperti sikaf orang  agama.
Selanjutnya, Sidi Gazalba dalam bukunya Sistematika Filsafat  mengemukakan bahwa berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran tentang segala sesuatu yang dimasalahkan, dengan berfikir secara radikal, sistematis dan universal (Sidi Gazalba:40)
Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan filsafat sebagai :
a.       Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal mengenai hakikat segala yang ada, sebab, dan hukumnya.
b.      Teori yang mendasari alam pemikiran atau suatu kegiatan
c.       Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemology.

Kattsoff, sebagaimana dikutip oleh Associate Webmaster Propessional (2001), menyatakan karakteristik filsafat sebagai berikut :
1.      Filsafat adalah berpikir secara kritis.
2.      Filsafat adalah berpikir dalam bentuk sistematis.
3.      Filsafat menghasilkan sesuatu yang runtut.
4.      Filsafat adalah berpikir secara rasional.
5.      Filsafat bersifat komprehensif

Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga dimensi yaitu :
a)      Logika ; apa yang dimaksud benar dan apa yang dimaksud salah.
b)      Etika ; mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk.
c)      Estetika ; apa yang termasuk jelek dan apa yang termasuk indah.

Ketiga cabang utama ini akhirnya bertambah lagi yaitu:
a)   Metafisika ; teori tentang ada (tentang hakikat keberadaan zat, tentang hakikat serta pemikiran serta kaitan antara zat dan pikiran).
b)   Politik ; kajian mengenai organisasi sosial/pemerintahan yang ideal.

Akhirnya berkembang lagi menjadi banyak cabang yang meliputi:

a.       Epistimologi (filsafat pengetahuan)
b.      Etika (filsafat moral)
c.       Estetika (filsafat seni)
d.      Metafisika
e.       Politik (filsafat pemerintahan)

B.   Objek Filsafat
Secara umum, filsafat mempunyai objek yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada dan boleh juga diaplikasikan, yaitu tuhan, alam semesta, dan sebagainya. Apabila diperhatikan secara seksama objek filsafat tersebut dapat dikategorikan ada dua:
a.       Objek Material
Objek material ini adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian keilmuan. Objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secar umum.
b.      Objek Formal
Objek formal merubah objek khusus filsafat yang sedalam-dalamnya (Poedjawijatna, 1994: 8).[6] Objek formal adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda.
Objek formal ini dapat dipahami melalui dua kegiatan:
1.      Aktivitas berfikir murni (reflective thinking) artinya kegiatan akal manusia dengan usaha untuk mengerti dengan usaha untuk mengerti secara mendalam segala sesuatunya sampai ke akar-akarnya.
2.      Produk kegiatan berfikir murni, artinya hasil dari pemikiran atau penyelidikan dalam wujud ilmu atau ideologi.
Mengenai objek formal ini ada juga yang mengindentikan dengan metafisika, yaitu hal-hal diluar jangkauan panca indra, seperti persoalan esensi dan substansi alam, yaitu sebab utama terjadinya alam. Metafisika berasal dari bahasa yunani, yaitu metha artinya di belakang, sedangkan fisika artinya fisik atau nyata. Untuk itu dapat dipahami pengertian methafisika adalah pemikiran yang jauh dan mendalam dibalik apa yang bisa dijangkau oleh panca indra seperti Tuhan, asal alam, hakikat manusia, dan sebagainya.

Bagi plato(+ 427-347 SM) filsafat adalah penyelidikan tentang sebab-sebab dan asas-asas yang paling akhir dari segala sesuatu yang ada. Sementara bagi Aritoteles(+ 384-322 SM) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berupaya mempelajari “peri ada selaku ada”(being as being) atau “peri ada sebagaimana adanya”(being as such). Dari dua pernyataan tersebut, dapatlah diketahui bahwa “ada” merupakan objek materi dari filsafat. Karena fisafat berusaha memberikan penjelasan tentang dunia seluruhnya, termasuk dirinya sendirinya, maka “ada” disini meliputi segala sesuatu yang ada dan, bahkan, yang mungkin ada atau seluruh ada. Jadi, secara singkat dapat dikatakan, jika filsafat itu bersifat holistik atau keseluruhan, sementara ilmu pengetahuan lainnya bersifat Fragmental atau bagian-bagian.
Persoalan filsafat berbeda dengan persoalan nonfilsafat. Perbedaanya terletak pada materi dan ruang lingkupnya.
Ciri-ciri persoalan filsafat adalah sebagai berikut:
1.      Bersifat Umum, artinya persoalan kefilsafatan tidak bersangkutan dengan objek-objek khusus dengan kata lain sebagian besar masalah kefilsafatan berkaitan dengan ide-ide besar.
2.      Tidak menyangkut fakta. Dengan kata lain persoalan filsafat lebih bersifat spekulatif. Persoalan-persoalan yang dihadapi melampaui batas-batas pengetahuan ilmiah. Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang menyangkut fakta.
3.      Bersangkutan dengan nilai-nilai (Values), artinya persoalan-persoalan kefilsafatan bertalian dengan penilaian baik nilai moral-etika, estetika, agama, dan sosial. Nilai dalam pengertian ini adalah suatu kualitas abstrak yang ada pada suatu hal.
4.      Bersifat kritis, filsafat merupakan analisi secara kritis terhadap konsep-konsep dan arti-arti yang biasanya diterima begitu saja oleh suatu ilmu tanpa pemeriksaan secara kritis.
5.      Bersifat sinoptis, artinya persoalan filsafat mencakup struktur kenyataan secara keseluruhan. Filsafat merupakan ilmu yang membuat susunan kenyataan sebagai keseluruhan.
6.      Bersifat implikatif, artinyakalau sesuatu persoalan kefilsafatan sudah dijawab, maka dari jawaban tersebut akan memunculkan persoalan baru yang saling berhubungan.

C.    Metode Filsafat
Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan dari kenyataan. Untuk mendapatkan hal tersebut, filsafat memiliki beberapa metode penalaran.
1.      Deduksi
Secara sederhana, metode ini dapat dikatakan satu metode penalaran yang bergerak dari sesuatu yang bersifat umum kepada yang khusus. Contohnya:
Semua manusia akan mati
Presiden adalah manusia
Presiden akan mati
2.      Induksi
Dikatakan satu metode penalaran yang bergerak dari sesuatu yang bersifat khusus ke umum.
Ryan adalah seorang mahasiswa Aqidah Filsafat
Ryan adalah manusia
Semua mahasiswa Aqidah Filsafat adalah manusia
3.      Dialektika
Secara umum, metode ini dapat dipahami sebagai cara berfikir yang dalam usahanya memperoleh kesimpulan berstandar pada tiga hal, yakni: tesis, antitesis dan sintesis yang merupakan gabungan dari tesis dan antitesis. Contoh sederhana untuk metode penalaran ini adalah keluarga. Dalam satu keluarga biasanya terdapat ayah, ibu, dan anak. Jika ayah adalah tesis, maka ibu adalah antitesis lantas anak merupakan sintesis karena keberadaanya ditentukan ayah dan ibu.

D.    Peranan, Tujuan, dan Manfaat Filsafat
Filsafat merupakan suatu upaya berfikir yang jelas dan terang tentang seluruh kenyataan, upaya ini menghasilkan beberapa peranan bagi manusia.
Filsafat berperan sebagai pendobrak. Artinya bahwa filsafat mendobrak keterjungkungan pikiran manusia. Dengan memahami, dan mempelajari filsafat manusia dapat menghancurkan kebekuan, kabakuan, bahkan keterkungkungan pikirannya dengan kembali mempertanyakan segala. Pendobrakan ini bisa membuat manusia terbebas dari kebekuan, dan keterkungkungan.
Jadi, bagi manusia filsafat berperan sebagai pembebas pikiran manusia. Pembebasan ini membimbing manusia untuk berpikir lebih jauh, lebih mendalam, lebih kritis terhadap segala hal sehingga manusia bisa mendapatkan kejelasan dan keterangan atas seluruh kenyataan.
Jadi peranan ketiga yang dimiliki filsafat bagi manusia adalah sebagai pembimbing. Selain memiliki peran bagi manusia, filsafat juga berperan bagi ilmu pengetahuan umumnya. Menurut Descartes, filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam dan manusia.
Filsafat sebagai penghimpun ilmu pengetahuan. Memahami peranannya sebagai penghimpun, maka filsafat dapat dikatakan merupakan induk segala ilmu pengetahuan atau mater scientiarum. Bagi Bacon, filsafat adalah induk agung dari ilmu-ilmu. Ia menangani semua pengetahuan, selain sebagai induk yang menghimpun semua pengetahuan, bagi ilmu pengetahuan filsafat juga mempunyai peranan lain, yakni sebagai pembantu ilmu pengetahuan.
Dalam menjalan peranannya filsafat memiliki tujuan. Menurut Plato, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berusaha meraih kebenaran yang asli dan murni. Jadi, secara umum, tujuan filsafat adalah meraih kebenaran. Tidak sepetri agama yang menyandarkan diri dan mengajarkan kepatuhan, filsafat menyandarkan diri dan mengandalkan kemampuan berfikir kritis.
Secara konkret  manfaat mempelajari filsafat adalah:
a.       Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri dengan pikiran lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita.
b.      Filsafat memberikan kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan persoalan-persoalan dalam hidup sehari-hari.
c.       Filsafat memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dari akusentrisme (dalam segala hal hanya melihat dan mementingkan kepentingan dan kesenangan si aku).
d.      Filsafat merupakan latihan untuk berfikir sendiri, hingga kita tak hanya ikut-ikutan saja, membuntut pada pandangan umum, percaya akan setiap semboyan dalam surat-surat kabar, tetapi secara kritis menyelidiki apa yang dikemukakan orang, mempunyai pendapat sendiri, berdiri sendiri, dengan cita-cita mencari kebenaran.
e.       Filsafat memberikan dasar-dasar, baik untuk hidup kita sendiri(terutama dalam etika) maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, seperti sosiologi, ilmu jiwa, ilmu mendidik, dan sebagainya.



BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Menejemen
Menurut Nanang Fattah (2000:1) bahwa manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu oleh Luther Gulick sebagaimana dikutip oleh Nanang Fattah (2000: 1) karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Dikatakan sebagai kiat oleh Follet sebagaimana dikutip oleh Nanang Fattah (2000: 1) karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas. Selanjutnya Fattah mengatakan, dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntun oleh suatu kode etik.
Sementara itu, H.A.R. Tilaar (2002: 10-11) mengemukakan bahwa manajemen pada hakikatnya berkenaan dengan cara-cara pengelolaan suatu lembaga agar supaya lembaga tersebut efisien dan efektif. Suatu lembaga akan efisien apabila investasi yang ditanamkan di dalam lembaga tersebut sesuai atau memberikan provit sebagaimana yang diharapkan. Selanjutnya, suatu institusi akan efektif apabila pengelolaannya menggunakan prinsip-prinsip yang tepat dan benar sehingga berbagai kegiatan di dalam lembaga tersebut dapat mencapai tujuan sebagaimana yang telah direncanakan.
Meskipun cenderung mengarah pada satu fokus tertentu, para ahli masih berbeda pandangan dalam mendefinisikan manajemen dan karenanya belum dapat konsensus bahwa manajemen menyangkut derajat keterampilan tertentu.Untuk memahami istilah manajemen, pendekatan yang dipergunakan di sini adalah berdasarkan pengalaman manajer. Meskipun pendekatan ini mempunyai keterbatasan, namun hingga kini belum ada perbaikan.Manajemen di sini dilihat sebagai suatu sistem yang setiap komponennya menampilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan.Manajemen merupakan suatu proses sedangkan manajer dikaitkan dengan aspek organisasi (orang-struktur-tugas-teknologi) dan bagaimana mengaitkan aspek yang satu dengan yang lain, serta bagaimana mengaturnya sehingga tercapai tujuan sistem (Nanang Fattah, 2000: 1).
Dalam kenyataannya manajemen sulit dedifenisikan karena tidak ada defenisi manajemen yang diterima secara universal. Chaster I Bernard dalam bukunya yang berjudul The function of the executive, bahwa manajemen yaitu seni dan ilmu, juga Henry Fayol, Alfin Brown Harold, Koontz Cyril O’donnel dan Geroge R. Terry. Mary Parker Follet pun mendefenisikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Hal ini berarti bahwa para manajer untuk mencapai tujuan organisasinya harus melalui kerjasama orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang mungkin dilakukan. Manajemen memang bisa berarti seperti itu, tetapi bisa juga mempunyai pengertian lebih dari pada itu. Sehingga dalam kenyataannya tidak ada defenisi yang digunakan secara konsisten oleh semua orang, diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Manajemen sebagai suatu sistem (management as a system) adalah kerangka kerja yang terdiri dari beberapa komponen/bagian, secara keseluruhan saling berkaitan dan diorganisir sedemikian rupa dalam rangka mencapai tujuan organisasi
b.      Manajemen sebagai suatu fungsi (management as a function) adalah suatu rangkaian kegiatan yang masing-masing kegiatan dapat dilaksanakan tanpa menunggu selesainya kegiatan lain, walaupun kegiatan tersebut saling berkaitan dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi
c.       Manajemen sebagai suatu proses (management as a process) adalah serangkaian tahap kegiatan yang diarahkan pada pencapaian suatu tujuan dengan pemanfaatan semaksimal mungkin sumber-sumber yang tersedia
d.      Manajemen sebagai kumpulan orang (management as people / groupof people) adalah suatu istilah yang dipakai dalam arti kolektif untuk menunjukkan jabatan kepemimpinan di dalam organisasi antara lain kelompok pimpinan atas, kelompok pimpinan tengah dan kelompok pimpinan bawah.
e.       Manajemen sebagai Ilmu dan Seni
Luther Gulick mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat system kerjasama ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. Menurut Gulick manajemen telah memenuhi persyaratan untuk disebut bidang ilmu pengetahuan, karena telah dipelajari untuk waktu yang lama dan telah diorganisasi menjadi suatu rangkaian teori. Teori-teori ini terlalu umum dan subyektif. Tetapi teori manajemen selalu diuji dalam praktek, sehingga menajemen sebagai ilmu akan terus berkembang.
 Manajemen bukan hanya ilmu tapi juga seni. Kombinasi ini tidak dalam proporsi yang tetap tetapi dala proporsi yang bermacam-macam. Pada umumnya para manajer efektif mempergunakan pendekatanIlmiah dalam pembuatan keputusan, apalagi dengan berkembangnya peralatan komputer. Dilain pihak dalam banyak aspek perencenaan, kepemimpinan, komuniksi dan segala sesuatu yang menyangkut unsur manusia, bagaimanapun manajer harus juga menggunakan pendekatan artistic (Seni).
f.       Manajemen sebagai Profesi
Banyak usaha telah dilakukan untuk mengklasifikasi manajemen sebagai suatu profesi. Edgar H.Scheintelah menguraikan karakteristik-karakteristik atau kriteria-kriteria untuk menentukan sesuatu sebagai profesi yang dapat diperinci sebagai berikut :
1.      Para profesional membuat keputusan atas dasar prinsip-prinsip umum. Adanya pendidikan, kursus-kursus dan program-program latihan formal menunjukan bahwa ada prinsip-prinsip manajemen tertentu yang dapat diandalkan.
2.      Para professional mendapatkan status mereka karena mencapai standar profesi kerja tertentu, bukan karena favoritisme atau karena suku bangsa atau agamanya dan kriteria politik atau sosial lainnya.
3.      Para professional harus ditentukan oleh suatu kode etik yang kuat, dengan disiplin untuk mereka yang menjadi kliennya.
Manajemen telah berkembang menjadi bidang yang semakin profesional melalui perkembangan yang menyolok program-program latihan manajemen di universitas-universitas ataupun lembaga-lembaga manajemen swasta, dan melalui pengembangan para eksekutif organisasi (perusahaan).
Dalam proses manajemen terlibat fungsi-fungsi pokok yang ditampilkanolehseorangmanajer/pimpinan,yaitu: Perencanaan (Planning),Pengorganisasian (Organizing),Pemimpinan(Leaing), dan Pengawasan (Controlling). Oleh karena itu, manajemen diartikan sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.

B.     Tujuan Manajemen
Menurut Shrode Dan Voich sebagaimana dikutip oleh Nanang Fattah (2000: 15) tujuan utama manajemen adalah produktivitas dan kepuasan.Mungkin saja tujuan ini tidak tunggal bahkan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan/lulusannya, keuntungan/profit yang tinggi, pemenuhan kesempatan kerja, pembangunan daerah/nasional, tanggung jawab sosial.Tujuan-tujuan ini ditentukan berdasarkan penataan dan pengkajian terhadap situasi dan kondisi organisasi, seperti kekuatan dan kelemahan, peluang, dan ancaman. 
Apabila produktivitas merupakan tujuan maka perlu dipahami makna produktivitas itu sendiri. Sutermeister sebagaimana dikutip oleh Nanang Fattah (2000: 15) membataskan produktivitas sebagai ukuran kuantitas dan kualitas kinerja dengan mempertimbangkan kemanfaatan sumber daya. Produktivitas itu sendiri dipengaruhi perkembangan bahan, teknologi, dan kinerja manusia. Pengertian konsep produktivitas berkembang dari pengertian teknis sampai dengan perilaku. Produktivitas dalam arti teknis mengacu kepada derajat keefektifan, efesiensi dalam penggunaan sumber daya.Sedangkan dalam pengertian perilaku, produktivitas merupakan sikap mental yang senantiasa berusaha untuk terus berkembang.Berdasarkan pengertian teknis produktivitas dapat diukur dengan dua standar utama, yaitu produktivitas fisik dan produktivitas nilai. 
Secara fisik, produktivitas diukur secara kuantitatif seperti banyaknya keluaran (panjang, berat, lamanya waktu, jumlah). Sedangkan berdasarkan nilai, produktivitas diukur atas dasar nilai-nilai kemampuan sikap, perilaku, disiplin, motivasi, dan komitmen terhadap pekerjaan/tugas.
Diketahui oleh banyak pihak bahwa Pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah secara umum selama ini lebih pada aspek kognitif saja. Sekolah-sekolah yang ada dirasakan oleh beberapa kalangan tidak produktif menghasilkan peserta didik yang berkarakter. Persoalan itu dipertegas lagi dengan merosotnya akhlaq generasi sekarang.

C.    Prinsip- Prinsip Manajemen
a.       Prinsip Manajemen Berdasarkan Sasaran (MBS) 
Istilah MBS pertama kali dipopulerkan sebagai suatu pendekatan terhadap perencanaan oleh Peter Drucker (1954). Sejak itu, MBO (Management By Objectivitas) telah memacu banyak pengkajian, evaluasi, dan riset. MBO merupakan tehnik manajemen yang membantu memperjelas dan menjabarkan tahapan tujuan 28 organisasi.Dengan MBO dilakukan oroses penentuan tujuan bersama antara atasan dan bawahan.Manajer tingkat atas bersama-sama dengan manajer tingkat bawah bersama-sama menentukan tujuan unit kerja agar serasi dengan tujuan organisasi.Tujuan organisasi adalah segala sesuatu yang harus dicapai orgabisasi dalam melaksanakan misinya. 
Menurut John R. Schermenhorn bahwa organisasi pada dasarnya mempunyai tujuan resmi yang disebut misi, dan tujuan operasi.Misi organisasi membantu organisasi dalam identifikasi, integrasi, kolaborasi, adaptasi, dan pembaruan diri.Sedangkan tujuan operasi mencapai tingkat keuntungan, posisi pasar, sumber daya, efisiensi, kualitas, inovasi dan tanggung jawab sosial. Bagaimana tujuan-tujuan itu dicapai merupakan hal yang sangat penting. Manajer harus menetapkan sasaran atau sekurang-kurangnya aktif terlibat dalam proses penentuan sasaran
b.      Prinsip Manajemen Berdasarkan Orang (MBO)
Manajemen berdasarkan orang merupakan suatu konsep manajemen modern yang mengkaji keterkaitan dimensi perilaku, komponen sistem dalam kaitannya dengan perubahan dan pengembangan yang muncul sebagai akibat tuntutan lingkungan internal dan eksternal, membawa implikasi terhadap perubahan perilaku dan kelompok dan wadahnya.Manajer pada umumnya bekerja pada lingkungan yang selalu berubah.Perubahan lingkungan yang bermacam-macam, menuntut organisasi selalu menyesuaikan diri. Salah satu upaya yang paling penting adalah dengan mengembangkan sumber daya manusia.Namun, pengembangan SDM harus diimbangi dengan pengembangan organisasi. 
Tuntutan perubahan organisasi juga sering ditemukan dalam berbagai konflik, baik konflik individu, kelompok, maupun antarkelompok. Konflik ini mengharuskan adanya restrukturisasi atau perubahan dan penataan pekerjaan, dan desain organisasi yang ada. Oleh karena itu, tuntutan akan perubahan merupakan sesuatu yang tidak terelakkan. Perubahan perilaku dan perubahan organisasi merupakan bagian esensial dari manajemen inovasi sebagai dampak globalisasi di berbagai bidang kehidupan. 

c.       Prinsip Manajemen Berdasarkan Informasi (MBI)
Perencanaan pengorganisasian, pemimpinan dan pengawasan merupakan kegiatan manajerial yang pada hakikatnya merupakan proses pengambilan keputusan. Semua kegiatan tersebut membutuhkan informasi.Informasi yang dibutuhkan oleh manajer disediakan oleh suatu sistem informasi manajemen (Management Information System/MIS) yaitu suatu sistem yang menyediakan informasi untuk manajer secara teratur.Informasi ini dimanfaatkan sebagai dasar untuk melakukan pemantauan dan penilaian kegiatan serta hasil-hasil yang dicapai. 
Menurut Shrode D. Voich informasi merupakan sumber dasar bagi organisasi dan esensial agar operasionalisasi dan manajemen berfungsi secara efektif. Informasi yang dibutuhkan oleh manajer berkenaan dengan konsumen, pemasok, dan lingkungan untuk menentukan pilihan dan perencanaan, Gordon B. Davis mengartikan sistem informasi manajemen sebagai sebuah sistem manusia/mesin yang terpadu untuk menyajikan insformasi guna mendukung fungsi informasi, manajemen, dan pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi. Sistem itu sendiri ada karena berbagai tekanan untuk mengembangkan informasi seirama dengan perkembangan lingkungan. 

D.    Teori-Teori Manajemen
a.       Teori Klasik 
     Teori klasik berasumsi bahwa para pekerja atau manusia itu sifatnya rasional, berfikir logik, dan kerja merupakan suatu yang diharapkan. Oleh karena itu teori klasik berangkat dari premis bahwa organisasi bekerja dalam proses yang logis dan rasional dengan pendekatan ilmiah dan berlangsung menurut struktur/anatomi organisasi. Salah satu teori klasik adalah Manajemen Ilmiah (Scientific Management) dipelopori oleh Frederik W. Taylor (1856-1915). 
Pendekatan ilmiah ini berpandangan bahwa yang menjadi sasaran manajemen adalah mendapatkan kemakmuran maksimum bagi pengusaha dan karyawannya. Prinsip Studi Waktu, dinyatakan bahwa semua usaha yang produktif harus diukur dengan studi waktu secara teliti (Time and Motion Study). Ukuran standar harus diberikan untuk semua pekerjaan.Studi waktu ini dipelopori oleh Gilbreth (1911).Selain itu, prinsip Hasil-Upah, yaitu upah yang diberikan harus sesuai dengan hasil yang besarnya ditentukan berdasarkan studi waktu. 
Pelopor klasik lainnya yaitu Henri Fayol (1916) menerbitkan Administration Industrielle et Generale yang berisi lima pedoman manajemen, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pengkomandoan, pengkoordinasian dan pengawasan. Selanjutnya Gulick dan Urwick (1930) popular dengan akronim POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgetting) sebagai kegiatan manajerial dan merupakan proses manajemen. Aliran klasik lainnya dipelopori oleh Max Weber (1947),  waktu itu sering terjadi pertentangan pada kalangan buruh. Menurut Weber birokrasi merupakan ciri dari pola organisasi yang strukturnya dibuat sedemikian rupa sehingga secara maksimal dapat memanfaatkan tenaga ahli. Organisasi harus diatur secara rasional, impersonal dan bebas dari sikap prasangka.
b.      Teori Neo-Klasik 
Teori ini timbul sebagian karena pada para manajer terdapat berbagai kelemahan dengan pendekatan klasik.Pada kenyataannya manajer ada kesulitan dan menjadi frustasi karena orang tidak selalu mengikuti pola tingkah laku yang rasional.Di sini perlu upaya untuk membantu para manajer dalam menghadapi manusia, agar organisasi lebih efektif. Beberapa ahli berusaha memperkuat teori klasik dengan wawasan sosiologi dab psikologi. Dengan adanya peralihan yang lebih berorientasipada manusia dikenal dengan pendekatan perilaku sebagai ciri utama teori Neo-Klasik.Teori ini berasumsi bahwa manusia itu makhluk sosial dengan mengaktualisasikan dirinya. Beberapa pelopor aliran neo-klasik ini antara lain: Elton Mayo dengan Studi Hubungan antar-Manusia, atau tingkah laku manusia dalam situasi kerja terkenal dengan Studi Hawthorne. Berdasarkan hasil studi ini ternyata kelompok kerja informal lingkungan sosial pekerja mempunyai pengaruh yang besar terhadap produktivitas.
Pengikut aliran ini Chester I. Barnard (1976) yang menyatakan bahwa hakikat organisasi adalah kerjasama, yaitu kesediaan orang saling berkomunikasi dan berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama.Individu harus bekerja sesuai dengan kehendak organisasi.Keseimbangan harus dijaga antara imbalan yang diberikan kepada individu dan sumbangan individu terhadap tercapainya tujuan organisasi. Dengan begitu Barnard berpendapat bahwa: Suatu manajemen dapat bekerja secara efisien dan tetap hidup jika tujuan organisasi dan kebutuhan perorangan yang bekerja pada organisasi itu dijaga seimbang. Pelopor lainnya adalah Douglas McGregor, ia menyatakan bahwa manajemen akan mendapatkan manfaat besar bila ia menaruh perhatian pada kebutuhan sosial dan aktualisasi diri karyawan. 
Gregor mengemukakan dua teori, yaitu Teori X yang berasumsi bahwa manusia itu/karyawan tidak menyukai kerja, tidak ada ambisi, tidak bertanggung jawab, menolak perubahan dan lebih baik dipimpin daripada memimpin.Sedangkan teori Y mengandung isi bahwa manajer memandang bawahan bersedia bekerja, bertanggung jawab, mampu mengendalikan diri, dan berpandangan luas serta kreatif.
c.       Teori Modern 
Pendekatan modern berdasarkan hal-hal yang sifatnya situasional.Artinya orang menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi dan mengambil keputusan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan.Asumsi yang dipakai ialah bahwa orang itu berlainan dan berubah baik kebutuhannya, reaksinya, tindakannya yang semuanya bergantung pada lingkungan.Selanjutnya orang itu bekerja di dalam suatu sistem untuk mencapai tujuan bersama. 
Menurut Murdick dan Ross, sistem organisasi itu terdiri dari individu, organisasi formal, organisasiinformal, gaya kepemimpinan, dan perangkat fisik yang satu sama lain saling berhubungan. Pendekatan sistem terhadap manajemen berusaha untuk memandang organisasi sebagai sebuah sistem yang menyatu dengan maksud tertentu yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berhubungan. Pendekatan sistem tidak secara terpisah berhubungan dengan berbagai bagian dari sebuah organisasi melainkan memberikan kepada manajer suatu cara untuk memandang organisasi sebagai keseluruhan dan sebagai bagian dari yang lebih besar (lingkungan). William A. Shrode dan D. Voich mendefinisikan sistem sebagai berikut: A system is a set of interrelated parts, working indepently and jointly, in pursuit of common objectives of the whole within a compleks anvironnment. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh Fitz Gerald dan Stalling, sistem yang diartikan 27 sebagai berikut: A system can be defined as a network of interrelated procedures that are in joint together to perfroman activity or to accomplish a specific objectives. It is, in effect, all ingredient which make up the whole.

E.     Praktik Manajerial / Out-Put
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen pertama kali diperkenalkan oleh seorang industrialis Perancis bernama Henry Fayol pada awal abad ke-20. Ketika itu, ia menyebutkan lima fungsi manajemen, yaitu merancang, mengorganisir, memerintah, mengordinasi, dan mengendalikan. Namun saat ini, kelima fungsi tersebut telah diringkas menjadi tiga yaitu:
1.      Perencanaan (planning)
Perencanaan (planning) adalah memikirkan apa yang akan dikerjakan dengan sumber yang dimiliki. Perencanaan dilakukan untuk menentukan tujuan perusahaan secara keseluruhan dan cara terbaik untuk memenuhi tujuan itu. Manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum mengambil tindakan dan kemudian melihat apakah rencana yang dipilih cocok dan dapat digunakan untuk memenuhi tujuan perusahaan. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan, fungsi-fungsi lainnya tak dapat berjalan.
2.      Pengorganisasian (organizing) 
Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih kecil.Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, dan pada tingkatan mana keputusan harus diambil.
3.      Pengarahan (directing)
Pengarahan (directing) adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan diperlukan alat-alat sarana (tools). Tools merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai hasil yang ditetapkan.Tools tersebut dikenal dengan 6M, yaitu men, money, materials, machines, method, dan markets.
Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan.
Uang (money) merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan.Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai.Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi.Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidaki dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akantercapai hasil yang dikehendaki.
Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja.
Metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode daat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbangan-pertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik, sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri.
Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan.Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.



BAB III
PEMBAHASAN



A.    Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah upaya cermat, sistematis, berkesinambungan untuk melahirkan, menularkan dan memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, keterampilan dan perasaan-perasaan dalam setiap kegiatan belajar yang dihasilkan dari kegiatan tersebut baik langsung maupun tidak langsung, baik disengaja maupun tidak. Pengertian menurut para ahli yaitu :
1.      Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2.      Menurut Hasan Langgulung,  pendidikan adalah sebagai usaha untuk memasukan ilmu pengetahuan diri orang yang dianggap memilikinya kepada mereka yang dianggap belum melikinya.
3.      Menurut Ahmad tafsir, pendidikan adalah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya, yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan dan pendidikan oleh orang lain (guru).
4.      Manurut M.J Langeveld, pendidikan adalah usaha pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak yang ditujukan kepada pendewasaan anak atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
5.      Menurut Emile Durkheim, pendidikan adalah proses mempengaruhi yang dilakukan oleh manusia (generasi dewasa) kepada mereka yang dipandang belum siap melaksanakan kehidupan sosial, sehingga sasaran yang ingin dicapai melalui pendidikan.

B.     Prinsip-Prinsip Pendidikan
1.      Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2.      Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
a.       Pendidikan sistem terbuka yaitu fleksibilitas pilihan dan waktu penyelesaian program lintas satuan dan jalur pendidikan
b.      Pendidikan multimakna yaitu proses pendidikan yang diselenggarakan dengan berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup
3.      Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4.      Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.
5.      Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6.      Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

C.    Tujuan Pendidikan
1.      Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa,
2.      Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan mandiri
3.      Menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab
4.      menumbuhkan pola kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan dan indera.
5.      memanusiakan manusia,atau mengantarkan peserta didik untuk dapat menemukan jati dirinya.

D.    Pentingnya Pendidikan Bagi Manusia
1.      Memberikan Pengetahuan Sebuah efek langsung pendidikan adalah mendapat pengetahuan. Pendidikan memberikan kita pengetahuan tentang dunia sekitar, mengembangkan perspektif kita dalam memandang kehidupan dan membantu kita membentuk pendapat dan mengembangkan sudut pandang.
2.      Untuk Karir/Pekerjaan Pendidikan penting karena melengkapi kita dengan keahlian yang diperlukan dalam membantu kita mewujudkan tujuan karir kita.
3.      Membangun Karakter Pendidikan penting karena engajarkan kita perilaku yang benar dan sopan santun, sehingga ebuat kita beradab. Pendidikan adalah dasar dari budaya dan peradaban. Hal ini penting dalam pengembangan nilai-nilai dan kebajikan kita. Pendidikan memupuk kita menjadi individu dewasa, individu yang mampu merencanakan masa depan, dan mengambil keputusan  yang tepat dalam hidup..
4.      Membantu Kemajuan Bangsa Meskipun tidak terdaftar sebagai salah satu dari tiga kebutuhan dasar manusia, pendidikan adalah sama fungsinya. Untuk kemajuan bangsa, untuk pengayaan masyarakat pada umumnya pendidikan itu penting.

E.     Keharusan Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu keharusan, karena pada hakikatnya manusia dilahirkan dengan keadaan tidak berdaya karena ia membutuhkan bantuan orang lain belum bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. Tentu saja dalam suatu pendidikan seseorang tidak bisa langsung melakukan semuanya sendiri karena pada saat lahir seorang manusia tidak langsung dewasa dan memahami nilai dan moral yang ada dikehidupan sehingga manusia itu perlu dibimbing. Manusia juga tidak akan memiliki rasa tanggung jawab untuk menanggung segala konsekuensi dan perbuatannya tanpa mengalami proses pendidikan yang terbentuk dari suatu kebiasaan.
Ada beberapa dasar alasan mengapa anak didik harus di didik, diantaranya sebagai berikut:
1.      Dasar Biologis
2.      Implikasi
3.      Dasar Sosio-antropologis




BAB IV
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Filsafat Pendidikan
Menurut Kneller (1971), filsafat pendidikan merupakan aplikasifilsafat dalam lapangan pendidikan. Seperti halnya filsafat, filsafat pendidikan dapat dikatakan spekulatif, preskriptif dan analitik.
Menurut al-Syaibani (1979 : 36), filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran yang teratur, yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan. Filsafat pendidikan juga dapat didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Dari uraian diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma dan / atau ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya

B.     Sifat Filsafat Pendidikan
1.      Spekulatif
Filsafat pendidikan dikatakan spekulatif karena berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat dunia, yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan data-data sebagai hasil hasil penelitian sains yang berbeda.
2.      Preskriptif
Filsafat pendidikan dikatakan preskriptif apabila filsafat pendidikan menentukan tujuan-tujuan yang harus diikuti dan dicapainya, dan menentukan cara-cara yang tepat dan benar untuk digunakan dalam mencapai tujuan tersebut. Karena secara tersurat menentukan tujuan pendidikan yang akan dicapai.
3.      Analitik
Filsafat pendidikan dikatakan analitik, apabila filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan preskriptif. Misalnya menguji rasinalitas yang berkaitan dengan ide-ide atau gagasan-gagasan pendidikan dan menguji bagaimana konsistensinya dengan gagasan lain. Misalnya kita memperkenalkan konsep “Cara Belajar Siswa Aktif”.  Filsafat pendidikan analitik menguji logis konsep-konsep pendidikan, seperti apa yang dimaksud dengan : “Pendidikan Dasar 9 Tahun”, “Pendidikan Akademik”, “Pendidikan Seumur Hidup” dan sebagainya.

C.    Pentingnya Filsafat bagi Pendidikan
1.      Pendidikan memerlukan filsafat karena pendidikan adalah kebutuhan azasi bagi kehidupan manusia dan hanya manusia yang dapat melaksanakan pendidikan. Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan berbagai masalah kehidupan, termasuk masalah pendidikan yang merupakan bagian penting dalam proses kehidupan manusia;
2.      Proses dan masalah pendidikan tidak hanya pelaksanaan pendidikan secara teknis, dan tidak hanya berkaitan dengan berbagai persoalan yang lebih mendasar, mendalam dan kompleks yang tidak terjangkau oleh sains pendidikan;
3.      Tujuan pendidikan senantiasa berhubungan secara langsung dengan  tujuan hidup individu dan masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Pendidikaan tidak akan dapat dimengerti tanpa memahami tujuan akhirnya , dan tujuan akhir pendidikan identik dengan tujuan hidup. Sedangkan tujuan hidup berkaitan dengan hierarki nilai yang dianut oleh individu dan masyarakat, dan itu merupakan wilayah filsafat yang tidak bisa dijangkau oleh ilmu;
4.      Filsafat dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikannya, di samping menggunakan metode-metode ilmiahnya lainnya.;
5.      Filsafat berfungsi memberikan arah agar dalam proses pendidikan khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Artinya dengan adanya arah teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan dapat diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang berkembang di masyarakat. Di samping itu, merupakan kenyataan bahwa semua masyarakat hidup dengan pandangan dan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Disinilah peran filsafat dalam mengarahkan proses pendidikan yang menyesuaikan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.
6.      Filsafat mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan. Di mna suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan gejala-gejala kependidikan yang tertentu pula. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memeberikan arti terhadap data-data kependidikan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun menjadi sebuah teori-teori kependidikan yang ralistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pengetahuan.

D.    Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
1.      Menurut John Dewey (1961)
Bagi John Dewey, pendidikan tidak lain adalah hidup itu sendiri. Dan hidup ini bukan hanya perkara hidup personal tapi secara luas menyangkut kehidupan masyarakat itujuga.Karena itu pendidikan adalah sebuah keniscayaan dan berlangsung secara alami, berfungsi sosial lantaran berlangsung dalam masyarakat itu sendiri, memiliki nilai dan makna membimbing lantaran kebiasaan hidup generasi lama yang berbeda dengan generasi baru serta menjadi tanda perkembangan peradaban suatu masyarakat. Pendidikan tidak lain adalah usaha menjaga keberlangsungan masyarakat itu sendiri. Mengapa masyarakat perlu mendidik dirinya sendiri.
Dewey sangat menganggap penting pendidikan dalam rangka mengubah dan membaharui suatu masyarakat. Ia begitu percaya bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai sarana untuk peningkatan keberanian dan pembentukan kemampuan inteligensi.  Dengan itu, dapat pula  diusahakan kesadaran akan pentingnya penghormatan pada hak dan kewajiban yang paling fundamental  dari setiap orang. Baginya ilmu mendidik tidak dapat dipisahkan dari filsafat. Maksud dan tujuan sekolah adalah untuk membangkitkan sikap hidup yang  demokratis dan untuk mengembangkannya. Pendidikan merupakan kekuatan yang dapat diandalkan untuk menghancurkan kebiasaan yang lama dan membangun kembali  yang baru.
Menurut Dewey, perubahan yang terjadi dalam masyarakat pasti ada dan tak terhindarkan. Pandangan ini sebenarnya tidak terlepas dari pemikiran filsafatnya mengenai realitas yang dipandangnya selalu mengalir. Tidak mengherankan jika Dewey berkata bahwa pendidikan lantas menjadi sebuah proses pembaharuan terus-menerus demi kelangsungan masyarakat dan anggota-anggotanya melalui keterampilan, tehnik, kreativitas, dan sebagainya. Sebuah pembelajaran yang terus disampaikan, dikomunikasikan seturut dengan keadaan yang dihadapi. Inilah yang membuat dia dikatakan sebagai seorang pemikir progresivisme.
Bagi Dewey, kehidupan  masyarakat yang berdemokratis adalah dapat terwujud bila dalam dunia pendidikan hal itu sudah terlatih menjadi suatu kebiasaan yang baik. Ia mengatakan bahwa ide pokok  demokratis adalah pandangan hidup yang dicerminkan dengan perluanya pastisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur hidup bersama. Ia menekankan bahwa demokrasi merupakan suatu keyakinan, suatu prinsip utama yang harus dijabarkan dan dilaksanakan secara sistematis dalam bentuk aturan sosial politik. Sehubungan dengan hal tersebut maka Dewey menekankan pentingnya kebebasan akademik dalam lingkungan pendidikan. Ia dengan secara tidak langsung menyatakan bahwa kebebasan akademik diperlukan guna mengembangkan prinsip demokrasi di sekolah yang bertumpuh pada interaksi dan kerjasama, berdasarkan pada sikap saling menghormati dan memperhatikan satu sama lain; berpikir kreatif menemukan solusiatas problem yang dihadapi bersama, dan bekerja sama untuk merencanakan dan melaksanakan solusi.  Secara implisit hal ini berarti sekolah demokratis harus mendorong dan memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, merancang kegiatan dan melaksanakan rencana tersebut.
2.      Menurut Ali Syaifullah (1981)
Menurut Ali Saifullah, antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan terdapat hubungan yang suplementer: filsafat pendidikan sebagi suatu lapangan studi mengarahkan pusat perhatian dan memusatkan kegiatannya pada dua fungsi tugas normative ilmiah, yaitu: 
a.       Kegiatan merumuskan dasar-dasar, tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi pendidikan. 
b.      Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat.
Bahwa antara filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tidak terpisahkan.Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam system pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya system pendidikan.
Kedudukan filsafat dalam pendidikan merupakan fondasi yang tidak dapat diganti oleh mata kuliah dasar lainnya. Filsafat merupakan sumber nilai dan norma hidup yang menentukan warna dan martabat hidup manusia. Sementara guru adalah pelaksana kegiatan penanaman nilai dan norma nilai pendidikan tersebut. Sumber-sumber dasar dan pedoman yang menentukan arah dan tujuan nilai secara normative itu akan ditanamkan dengan jalan mendidiknya (Saifullah, 1982:14). 
Filsafat pendidikan merupakan salah satu ilmu terapan.Ia adalah cabang ilmu pengetahuan yang memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan dalam rangka meningkatkan kesejateraan hidup dan penghidupan manusia pada umumnya dan manusia yang berpredikat pendidik khususnya.
Hubungan filsafat pendidikan dengan program pendidikan merupakan hubungan sangat erat dan mempunyai nilai relevansi yang tinggi. Hal ini disebakan keberadaan filsafat pendidikan akan membantu memecahkan persoalan-persoalan pendidikan Islam dan dapat membentuk kepribadian pendidik, anak didik, calon pendidik, dan semua yang terlibat di dalam dunia pendidikan. Dengannya diharapkan tercipta manusia yang beriman, bertakwa, berbudi luhur, dan berketrampilan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam UUSPN No. 2/1989.
3.      Menurut Mohammad Noor Syam (1983)
Ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan pemikiran manusia yang komprehensif. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata), baik material konkret maupun nonmaterial (abstrak). Jadi, objek filsafat itu tidak terbatas. Secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat yaitu permasalahan kehidupan manusia, alam semesta, dan alam sekitarnya, juga merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup filsafat pendidikan meliputi:
1.      Merumuskan secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of education);
2.      Merumuskan sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nature of man);
3.      Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan kebudayaan;
4.      Merumuskan hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan;
5.      Merumuskan hubungan antara filsafat Negara (ideology), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (system pendidikan);
6.      Merumuskan system nilai norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan

E.     Asumsi Dasar Filsafat Pendidikan
Imam Barnadib (1982) mengemukakan beberapa asumsi dasar filsafat Pendidikan :
1.      Sebagai ilmu pengetahuan normatif, ilmu pendidikan merumuskan kaidah –kaidah norma dan  laku manusia;
2.      Sebagai ilmu pengetahuan praktis, tugas pendidikan adalah menanamkan serta mewariskan kaidah-kaidah sistem nilai perilaku perbuatan manusia yang dijunjung tinggi oleh pendidik sertalembaga pendidikan dalam suatu masyarakat;
3.      Perumusan tujuan pendidikan mesti mengandung dan memcerminkan sifat dan hakikat manusia yang harus dibina dan dikembangkan dalam proses pendidikan;
4.      Bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut perlu dirumuskan politik pendidikan yang relevan, model-model kepemimpinan pendidikan serta pendekatan-pendekatan pembelajaran sampai pada seni mendidik yang diperlukan dalam proses pembelajaran;
5.      Bahwa seluruh jalur, jenjang dan jenis pendidikan harus merumuskan isi moral-spritual pendidikan yang akan menjadi roh serta landasan pengembangan budaya organisasi penyelenggaraan pendidikan;
6.      Oleh karena itu setiap tenaga kependidikan, terutama tenaga pendidik, pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan perlu memaknai filosofi serta way of life yang akan melandasi pelaksanaan tugas serta perilaku mendidiknya.
7.      Filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Dengan pandangan yang lebih terbuka ini, hubungan dan pertalian antara semua unsur yang mengarahkan perhatian dan kedalaman mengenai kebajikan dimungkinkan untuk dapat ditemukan. Sistematis, karena filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti, dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada.

F.     Manfaat Filsafat Pendidikan
1.      Filsafat pendidikan memberikan wawasan strategis bagi para perancang pendidikan untuk membentuk pemikiran sehat terhadap proses pendidikan, memberi bahan bagi perumusan tujuan pendidikan, fungsi pendidikan serta peningkatan mutu penyelesaian masalah pendidikan, serta sangat berguna daam rangka pengambilan keputusan-keputusan strategis dalam bidang pendidikan.
2.      Filsafat pendidikan memberikan prinsip-prinsip umum yang sangat penting bagi penilaian, kritik dan koreksi terhadap berbagai program-program pendidikan secara komprehensif. Dalam pengertian menyeluruh, penilaian pendidikan mencangkup berbagai tingkatan mulai proses pembelajaran, penilaian institusi, sampai pada kebijakan makro politik pendidikan baik pada tingkat nasional maupun global, serta kaitannya dengan seluruh aspek kehidupan yang mengarahkan pembentukan peradaban manusia.
3.      Menjadi salah satu landasan dalam perkembangan ilmu pendidikan. Dengan adanya filsafat pendidikan, maka setiap peneliti yang berkecimpung dan merupakan salah satu pengamat di bidang pendidikan dapat terbantu untuk lebih mengembangkan ilmu pendidikan yang ada. Berawal dari pertanyaan mengenai apa, mengapa dan juga bagaimana, yang merupakan dasar utama dari filsafat.Hal ini dapat membantu para peneliti dan juga mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan mampu mengembangkan dan menyempurnakan ilmu pendidikan yang sudah ada.
4.      Menjadi landasan dari kebijakan mengenai pendidikan, misalnya apa yang harus dilakukan untuk memajukan pendidikan, mengapa pendidikan itu perlu, dan bagaimana melaksanakan pendidikan
5.      Untuk menentukan kurikulum dan materi-materi apa saja yang harus diberikan oleh tenaga pendidik, sesuai dengan tingkatan usianya. Dengan adanya filsafat pendidikan, maka akan lebih mudah untuk mengkaji hal-hal apa saja yang harus diberikan kepada peserta didik untuk memperoleh materi dan pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan juga usia mereka dengan cara pembuatan kurikulum ajar.




BAB V
PEMBAHASAN


A.   Hakikat Manusia
1.      Menurut Manusia
Secara etimologis, filsafat berakar dari bahasa Yunani yaitu philos yang berarti cinta, dan shopia yang berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat adalah “cinta kebijaksanaan”. Kemudian dari pengertian etimologis tersebut, dapat disimpulkan bahwa filsafat berarti pengetahuan mengenai pengetahuan, akar dari pengetahuan atau pengetahuan yang terdalam.
Beberapa definisi karena luasnya lingkungan pembahasan ilmu filsafat, maka tidak mustahil kalau banyak di antara para filsafat memberikan definisinya secara berbeda-beda. Coba perhatikan definisi-definisi ilmu filsafat dari filsuf Barat dan Timur di bawah ini:
a.       Plato (427 SM-347 SM) seorang filsuf yunani yang termasyhur murid Socrates dan guru Aristoteles, mengatakan : Filsafat adalah pengetahuan segala yang ada (ilmu pengetahuan yang ada berminat mencapai kebenaran yang asli)
b.      Aristoteles (384 SM-322 SM) mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang di dalamnya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, etika, ekonomi, politik, danestetika (filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda)
c.       Marcus Tullius Cicero (106 SM- 43 SM) politikus dan ahli pidato Romawi, merumuskan :Filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha untuk mencapainya.
d.      Al-Farabi (meninggal 950M),  Filsuf Muslim terbesar sebelum Ibnu Sina, mengatakan : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
e.       Immanuel Kant (1724 -1804), yang sering disebut raksa pikir Barat, mengatakan :Filsafat itu ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:"apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika); "apakah yang dapat kita kerjakan? (dijawab oleh etika); "sampai di manakah pengharapan kita? (dijawab oleh antropologi).
f.       Prof. Dr. FuadHasan, guru besar psikologi UI, menyimpulkan: Filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berpikir radikal, artinya mulai dari radikalnya suatu gejala, dari akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjajakan yang radikal itu filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal.
g.      Drs H. Hasbullah Bakry merumuskan: ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia, dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai pengetahuan itu.

Setelah mengetahui rumusan-rumusan tersebut dapatlah disimpulkan bahwa:
1)      Filsafat adalah 'ilmu istimewa' yang mencoba menjawab masalah-masalah yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan biasa kerana masalah-masalah tersebut di luar jangkauan ilmu pengetahuan biasa.
2)      Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami atau mendalami secara radikal dan integral serta sistematis hakikat sarwa yang ada

Manusia merupakan makhluk yang sangat unik. Upaya pemahaman hakekat manusia sudah dilakukan sejak dahulu. Namun, hingga saat ini belum mendapat pernyataan yang benar-benartepat dan pas, dikarenakan manusia itu sendiri yang  memang unik, antara manusia satu dengan manusia lain berbeda-beda. Bahkan orang kembar  identik sekalipun, mereka pasti memiliki perbedaaan. Mulai dari fisik,  ideologi, pemahaman, kepentingan dll. Semua itu menyebabkan suatu pernyataan belum tentu pas untuk di yakini oleh sebagian orang.
Para ahli pikir dan ahli filsafat memberikan sebutan kepada manusia sesuai dengan kemampuan yang dapat dilakukan manusia di bumi ini.
a.       Manusia adalah Homo Sapiens, artinya makhluk yang mempunyai budi.
b.      Manusia adalah Animal Rational, artinya binatang yang berpikir,
c.       Manusia adalah Homo Laquen, artinya makhluk yang pandai menciptakan bahasa dan menjelmakan pikiran manusia dan perasaan dalam kata-kata yang tersusun.
d.      Manusia adalah Homo Faber, artinya makhluk yang terampil. Dia pandai membuat perkakas atau disebut juga Toolmaking Animal yaitu binatang yang pandai membuat alat.
e.       Manusia adalah Zoon Politicon, yaitu makhluk yang pandai bekerjasama, bergaul dengan orang lain dan mengorganisasi diri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,
f.       Manusia adalah Homo Economicus, artinya makhluk yang tunduk pada prinsip-prinsip ekonomi dan bersifat ekonomis.
g.      Manusia adalah Homo Religious, yaitu makhluk yang beragama.
h.      Dr. M. J. Langeveld seorang tokoh pendidikan bangsa Belanda, memandang manusia sebagai Animal Educadum dan Animal Educable, yaitu manusia adalah makhluk yang harus dididik dan dapat dididik. Oleh karena itu, unsur rohaniah merupakan syarat mutlak terlaksananya program-program pendidikan.

Ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia disebut Antropologi Filsafat. Berikut pembahasan mengenai manusia:
1)      Masalah Rohani dan Jasmani
Setidaknya terdapat empat aliran pemikiran yang berkaitan tentang masalah rohani dan jasmani (sudut pandang unsur pembentuk manusia) yaitu: Aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme, dan aliran aksistensialisme.
a)      Aliran Serba zat (Faham Materialisme)
Aliran serba zat ini mengatakan yang sungguh-sunguh ada itu adalah zat atau materi, alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam, maka dari itu manusia adalah zat atau materi.
Manusia ialah apa yang nampak sebagai wujudnya, terdiri atas zat (darah, daging, tulang). Jadi, aliran ini lebih berpemahaman bahwa esensi manusia adalah lebih kepada zat atau materinya. Manusia bergerak menggunakan organ, makan dengan tangan, berjalan dengan kaki, dll. Semua serba zat atau meteri. Berdasar aliran ini, maka dalam pendidikan manusia harus melalui proses mengalami atau pratek (psikomotor).
b)      Aliran Serba Ruh
Dalam buku lain, aliran ini diberi nama Aliran Idealisme. Aliran ini berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah ruh, juga hakekat manusia adalah ruh. Ruh disini bisa diartikan juga sebagai jiwa, mental, juga rasio/akal. Karena itu, jasmani atau tubuh (materi, zat) merupakan alat jiwa untuk melaksanakan tujuan, keinginan dan dorongan jiwa (rohani, spirit, rasio) manusia.
Jadi, aliran ini beranggapan bahwa yang menggerakkan tubuh itu adalah ruh atau jiwa. Tanpa ruh atau jiwa maka jasmani, raga atau fisik manusia akan mati, sia-sia dan tidak berdaya sama sekali. Dalam pendidikan, maka tidak hanya aspek pengalaman saja yang diutamakan, faktor dalam seperti potensi bawaan (intelegensi, rasio, kemauan dan perasaan) memerlukan perhatian juga.
c)      Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakekatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani. Aliran ini melihat realita semesta sebagai sintesa kedua kategori animate dan inanimate, makhluk hidup dan benda mati. Demikian pula manusia merupakan kesatuan rohani dan jasmani, jiwa dan raga.
Misalnya ada persoalan: dimana letaknya mind (jiwa, rasio) dalam pribadi manusia. Mungkin jawaban umum akan menyatakan bahwa rasio itu terletak pada otak. Akan tetapi  akan timbul problem, bagaiman mungkin suatu immaterial entity (sesuatu yang non-meterial) yang tiada membutuhkan ruang, dapat ditempatkan pada suatu materi (tubuh jasmani) yang berada pada ruang wadah tertentu.
Jadi, aliran ini meyakini bahwa sesungguhnya manusia tidak dapat dipisahkan antara zat/raga dan ruh/jiwa. Karena pada hakekatnya keduanya tidak dapat dipisahkan. Masing-masing memiliki peranan yang sama-sama sangat vital. Jiwa tanpa ruh ia akan mati, ruh tanpa jiwa ia tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam pendidikan pun, harus memaksimalkan kedua unsur ini, tidak hanya salah satu saja karena keduanya sangat penting.
d)     Aliran Eksistensialisme
Aliran filsafat modern berpikir tentang hakekat manusia merupakan eksistensi atau perwujudan sesungguhnya dari manusia. Jadi intinya hakikat manusia itu yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Disini manusia dipandang dari serba zat, serba ruh atau dualisme dari kedua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia itu sendiri di dunia.
2.    Menurut Al-Qur’an
Ada tiga kata yang digunakan Al-Qur`an untuk menunjukan makna manusia, yaitu : al-basyar, al-insani,  dan al-nas.
a.       Al-Basyar telah dinyatakan dalam Al-Qur`an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26 surat.
Al-Basyar lebih merujuk pada makna biologis. Secara etimologi berarti kulit kepala, wajah. Pada aspek ini terlihat perbedaan umum biologis manusia dengan hewan yang lebih didominasi bulu atau rambut.
Al-Basyar juga dapat diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan, secara etimologis dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk yang memiliki segala sifat kemanusiaan dan keterbatasan, seperti makan, minum, seks, keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya.
Penunjukan kata Al-Basyar ditujukan Allah kepada seluruh manusia tanpa terkecuali, demikian pula halnya dengan nabi dan para RosulNya. Hanya saja kepada mereka diberikan wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidakdiberikan wahyu.
Kata Al-Basyar juga digunakan Al-Qur`an untuk menjelaskan eksitensi Nabi dan Rosul. Eksistensinya, memiliki kesamaan dengan manusia pada umunya, akan tetapi memiliki titik perbedaan khusus bila dibandingkan dengan manusia lainya. Titik perbedaan tersebut dinyatakan dalam Al-Qur`an dengan adanya wahyu dan tugas kenabian yang disandang oleh Nabi dan Rosul. Sedangkan aspek yang lainya dari mereka adalah memiliki kesamaan dengan manusia lainya.
Kata Al-Basyar digunakan Allah dalam Al-Qur`an untuk menjawab anggapan orang Yahudi dan Nasrani yang mengklaim diri mereka sebagai anak-anak dan kekasih pilihan Tuhan.
Kata Al-Basyar digunakan Allah dalam Al-Qur`an untuk menjelaskan proses kejadian Nabi Adam AS sebagai manusia pertama, yang memiliki perbedaan dengan proses kejadian manusia sesudahnya.
b.      Al-Insani dinyatakan dalam Al-Qur`an sebanyak 73 kali dan tersebar dalam 43 surat.
Kata Al-Insani digunakan Al-Qur`an untuk menjelaskan sifat umum, serta sisi-sisi kelebihan dan kelemahan manusia. Hal ini terlihat dalam firman-firman  Allah dalam Al-Qur`an, seperti :
Tidak semua yang diinginkan manusia berhasil dengan usahanya, bila Allah tidak menginginkanya.
Disini terlihat secara jelas, adanya keterlibatan Tuhan dalam realitas apa yang di cita-citakan manusia
1)      Gembira bila dapat nikmat, serta susah bila dapat cobaan. Ini terjadi karena manusia seringkali lupa atas nikmat yang diberikan Allah.
2)      Manusia sering bertindak bodoh dan dzalim.
3)      Manusia seringkali ragu dalam memutuskan persoalan
4)      Manusia bila mendapat suatu kenimatan materi, seringkali lupa diri dan bersifat kikir
5)      Manusia adalah makhluk yang lemah.
6)      Kewajiban manusia untuk berbakti kepada kedua orang tuanya.
7)      Peringatan Allah agar manusia waspada terhadap bujukan orang-orang munafik.
c.       Al-Nas dinyatakan dalam Al-Qur`an sebanak 240 kali dan tersebar dalam 53 surat.
Kata Al-Nas menunjukan pada eksistensi manusia sebagai mahkluk sosial secara keseluruhan tanpa melihat suatu keimananya dan kekafiranya.
Kata Al-Nas dinyatakan dalam Al-Qur`an untuk menujukan bahwa sebagian besar manusia tidak memiliki ketetapan iman yang kuat, kadang ia beriman, sementara lain waktu ia munafik.

B.   Pandangan Islam Tentang Alam Semesta
Menurut Islam pandangan terhadap alam semesta bukan hanya berdasarkan akal semata. Alam semesta difungsikan untuk menggerakkan emosi dan prasaan manusia terhadap keagungan al-Khaliq, kekerdilan manusia di hadapan-Nya, dan pentingnya ketundukan kepada-Nya. artinya, alam semesta dipandang sebagai dalil qath’i yang menunjukkan keesaan dan ketuhanan Allah.
1.      Alam Semesta Diciptakan Untuk Satu Tujuan
Alam semesta ini tidak diciptakan berdasarkan permainan atau senda gurau. Firman Allah: “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”(ad-Dukhaan:38-39)
“Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan [tujuan] yang benar dan dalam waktu yang ditentukan.” (al-Ahqaf: 3)
Kepada manusia disajikan berbagai pertanyaan dan anjuran untuk beribadat kepada Allah sekaligus mengesakan-Nya setelah manusia merenungkan makhluk-makhluk ciptaan-Nya, firman Allah:
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. Kepunyaan-Nyalah kunci-kunci (perbendaharaan) langit dan bumi. dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah, mereka Itulah orang-orang yang merugi. Katakanlah: “Maka Apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, Hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?” Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (az-Zumar: 62-64, dan 67) [[1]]
Pandangan Islam terhadap alam semesta menimbulkan berbagai dampak dalam bidang pendidikan, diantaranya adalah :
a.       Keterkaitan seorang muslim dengan Pencipta semesta melalui tujuan yang paling tinggi, yaitu beribadat kepada Allah.
b.      Mendidik manusia supaya bersungguh-sungguh karena seluruh semesta ini diciptakan untuk tujuan tertentu serta masa yang ditentukan pada sisi Allah, bukan untuk main-main atau senda gurau.
Firman Allah: “Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat suatu permainan [istri dan anak], tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian, [tentulah Kami telah melakukannya].” (al-Anbiyaa’: 16-17) [[2]]
Ayat tersebut mengajak manusia untuk mencapai tujuan dari berbagai fenomena semesta melalui cara yang serius, tanpa main-main, senda gurau, dan kesia-siaan. Selain itu, hendaknya, perenungan terhadap alam semesta ini merupakan perenungan yang logis dan ilmiah. Untuk mewujudkan ini, al-Qur’an mengarahkan pandangan si perenung pada masalah-masalah yang lebih mendalam.

C.   Kedudukan Manusia Di Alam Semesta
1.      Manusia Makhluk Yang Paling Mulia
Manusia adalah sebagai makhluk ciptaan yang memiliki dimensi yang lengkap dan potensial, baik dari dimensi material maupun spiritualnya. Ia juga sebagai makhluk yang paling sempurna baik dari bentuk fisik maupun mentalnya (QS. At-tin, 94:6). Kendatipun demikian, pada sisi yang lain manusia juga memiliki kesamaan segi dari jenis makhluk Tuhan lainnya pada umumnya (binatang), pada saat yang sama ia juga berbeda dengan makhluk-makhluk jenis hewani tersebut. Perbedaan tersebut lebih dikarenakan dari proses pencipataanya. Dengan adanya perbedaan posisi manusia merupakan pengejawantahan tersendiri dalam eksisitensi makhluk ciptaan secara menyeluruh. Perbedaan-perbedaan itu diklasifikasikan ke dalam tiga bagian[[3]]:
a.       Pemahaman diri sendiri dan lam semesta.
b.      Keinginan-keinginan untuk mengatur manusia lainnya.
c.       Tingkat kemampuan manusia untuk mengatasi keinginan-keinginan dan kemampuan untuk memilih.
Adapun sebab-sebab yang membedakan manusia dari makhluk lainnya adalah pada diri manusia sejak lahir sudah membawa bawaan (fitrah) yakni berupa wadah atau bentuk yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan.
Menurut Syahminan Zaini (1986:36), fitrah beragama, fitrah intelek, fitrah sosial, fitrah susila, fitrah kemerdekaan, fitrah seni, fitrah seni, fitrah ekonomi, fitrah politik (berkuasa), fitrah persamaan, fitrah keadilan, fitrah cinta bangsa dan tanah air, fitrah ingin dihargai, dan lain-lain.
Dengan kelebihan fitrah yang dimilikinya ini memungkinkan manusia untuk menempuh proses pendidikan, karena fitrah bersifat potensial dan produktif, jika dikembangkan secara benar dan intensif tentulah akan besar manfaatnya bagi manusia itu sendiri. Dan ini merupakan manifestasi dari kelebihan yang khas dan fundamental dari profil manusia (Djumransyah,34). Semua potensi dasar itu juga sangat tergantung pada pembinaan dan pengembangan serta perlu adanya landasan pendidikan yang prosfektif yaitu, pola pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai religius dan falsafah bangsa yang humanis,sehingga diharapkan dapat tercipta insan yang memiliki karakteristik yang islami. Karena memungkinkan sekali potensi yang dimilki manusia akan mati atau liar tanpa dididik tentunya dengan pendidikan yang berlandaskan pada agama (al-Qur’an) sebagai landasan dasarnya(QS. Ar-Rum, 30:30).

Sebagai makhluk ciptaan yang istimewa ia juga merupakan makhluk Allah yang tertinggi (QS. at-Tin, 94:4). Keistimewaan ini menyebabkan dia diangkat menjadi khalifah dan mengemban tugas kekhalifahan yang telah ditetapkan Allah kepadanya. Selain sebagai makhluk hidup yang tertinggi ia juga disebut makhluk yang paling mulia disebabkan kesempurnaan bentuk dan kelebihan akal pikirannnya. Konsekuensinya sebagai makhluk yang dianugerahi akal pikiran, manusia dituntut untuk menggunakan akal pikirannya dengan semaksimal mungkin untuk menggali dan sekaligus memahami fenomena alam hingga terciptanya ilmu pengetahuan.
2.      Manusia Sebagai Abdullah (Hamba Allah)
Dimensi lain yang dimiliki manusia dalam al-qur’an adalah sebagai ‘Abd (Hamba Allah) yang harus selalu beribadah kepada-Nya. Bentuk pengabdian manusia kepada Sang Penciptanya. Oleh sebagian pakar dikaitkan dengan kedudukan manusia di alam semesta ini. Dasar yang menjadi pijakan argumen para pakar tersebut adalah merujuk pada ayat “Tidaklah akan menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah (ibadah) kepadaNya.
Manusia selain sebagai hamba Allah yang harus selalu tunduk dan mengabdi kepada-Nya, untuk sampai pada tingkatan hamba yang benar-benar taat, tentulah ia memerlukan hal yang menopang dirinya untuk menjadi hamba yang baik. Dalam konteks ini sejalan dengan pandangan ja’far al-Shadiq, ibadah sebagai bentuk pengabdian kepada Allah baru akan dapat diwujudkan seseorang bila memenuhi tiga hal: pertama, menyadari sepenuhnya bahwa apa yang dimilikinya termasuk dirinya sendiri adalah milik Allah dan berada dibawah pengawasan-Nya; kedua, menjadikan segala bentuk sikap dan aktivitasnya senantiasa mengarah pada usaha untuk memenuhi perintah Allah dan menjauhi segala apa yang menjadi larangan-Nya; ketiga, dalam mengambil suatu keputusan senantiasa mengaitkan restu dan izin Allah, tempat ia menghambakan diri (Quraish Shihab: 51-52, Jalaludin, 2001:29).
Maka, dapat disimpulkan bahwa salah satu kedudukan manusia di alam semesta sebagai Abdullah (hamba Allah) memang benar, karena memang telah menjadi ketentuan-Nya.
3.      Manusia Sebagai Khalifatullah
Pada hakikatnya eksistensi manusia dalam kehidupan di dunia ini adalah untuk melaksanakan tugas kekhalifahan, yaitu membangun dan mengelola dunia tempat ia tinggal sesuai dengan kehendak penciptanya. Sebagaimana tercantum pada QS. Al-baqarah 2:30. Tugas tersebut sangat berat, namun ini menunjukkan arah peran manusia sebagai penguasa bumi atas petunjuk Allah swt. Selain itu, dari tugas tersebut tergambar pula sekaligus pendudukan manusia selaku makhluk ciptaan-Nya yang paling mulia (QS. Al-An’am 6:165).
M. Quraish Shihab menyimpulkan bahwa kata khalifah mengandung pengertian:
a.       Orang yang diberi kekuasaan untuk mengelola wilayah, baik luas maupun terbatas.
b.      Khalifah memiliki potensi untuk mengemban tugasnya namun juga dapat melakukan kesalahan dan kekeliruan (QS. At-Thaha, 20:16 dah QS. Shaad, 38:26).
Selanjutnya mengutip pendapat Muhammad Baqir al-Sadr bahwa sehubungan dengan makna kata itu ada dua unsur, yaitu unsur intern dan unsur ekstern. Ada yang mengartikannya pula dengan dua jalur, yaitu: jalur horizontal dan jalur vertikal.
Berangkat dari pemahaman makna yang termuat didalamnya, barangkali akan jelas bagaimana peran yang harus dilaksanakan manusia menurut statusnya selaku khalifah.
Peran manusia yang pertama mengacu kepada bagaimana manusia dapat mengatur hubungan baik antara sesamanya dan alam sekitarnya, peran ini disebut dengan jalur horizontal/unsur intern. Hubungan yang dimaksud adalah hubungan yang seimbang dan menguntungkan, tidak ada eksploitasi didalamnya (QS. Ibrahim, 43:32 dan QS. Al-Zukhruf, 43:13). Yang kedua yaitu jalur vertikal/ unsur ekstern, disini peran manusia digambarkan sebagai pengemban kepercayaan atau amanat dari Allah. Pada peran ini manusia haruslah menyadari bahwa kemampuan yang dimilkinya untuk menguasai alam dan sesamanya adalah karena penugasan dari Allah swt. Dengan demikian, tugas itu harus mencakup bagaimana manusia harus berperan sebagai pengemban amanat yang jujur dan baik. Dalam statusnya sebagai khalifah Allah, manusia dituntut untuk menjaga kelestarian dan kelangsungan tatanan harmonis yang ada dibumi sebagai nikmat-Nya (QS.al-Rahman, 55:13)
Selanjutnya untuk menjalankan tugas-tugas tersebut dengan baik haruslah ada persyaratan yang bersifat teknis oleh seorang yang menjadi khalifah. Hal ini dimaksudkan agar dalam mengemban tugas dapat berjalan searah dengan tuntunan yang diberikan oleh penciptanya. Persyaratan-persyaratan teknis tersebut, yaitu ia memiliki kecakapan dalam memegang amanat yang diberikan kepadanya, seperti sikap jujur, adil, berpengetahuan luas dan memiliki akhlak yang mulia.



BAB VI
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Progresivisme
            Progresivisme menurut bahasa dapat diartikan sebagai aliran yang menginginkan kemajuan-kemajuan secara cepat. Dalam konteks filsafat pendidikan progresivisme adalah suatu aliran yang menekankan bahwa pendidikan bukanlah sekedar pemberian sekumpulan pengetahuan kepada subjek didik, tetapi hendaklah berisi aktivitas-aktivitas yang mengarah pada pelatihan kemampuan berfikir mereka sedemikian rupa, sehingga mereka dapat berfikir secara sistematis  melalui cara-cara ilmiah seperti memberikan analisis, pertimbangan dan perbuatan kesimpulan menuju pilihan alternatif yang paling memungkinkan untuk pemecahan masalah yang dihadapi.[4] Progresivisme juga merupakan pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat:
1.      Fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan)
2.      Curios (ingin mengetahui, ingin menyelidiki)
3.      Toleran dan open minded (mempunyai hati terbuka)
Aliran progresivisme memiliki sifat-sifat umum yaitu:
1.      Sifat negative
Sifat itu dikatan negative dalam arti bahwa progresivisme menolak otoritarisme dan absolutisme dalam segala bentuk.
2.      Sifat positif
      Positif dalam arti progresivisme menaru kepercayaan terhadap kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan yang diwarisi manusia sejak lahir. Progresivisme percaya bahwa manusia dapat menguasai seluruh lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial.[5]
            Progresivisme yakin bahwa manusia memiliki kesanggupan-kesanggupan untuk mengendalikan hubungannya dengan alam. Namun disamping keyakinan tersebut ada juga pemikiran apakah manusia itu sendiri mampu belajar bagaimana menggunakan kesanggupan itu, tetapi meskipun demikian progresivisme tetap bersikap optimis tetap percaya bahwa manusia dapat menguasai seluruh lingkungannya, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial.
Ciri-ciri utama aliran progresivisme antara lain:
1.      Manusia sebagai subjek yang memiliki kemampuan menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya.
2.      Manusia mempunyai kemampuan untuk mengatasi dan memecahkan masalah-masalah yang akan mengancam manusia itu sendiri.
3.      Pendidikan dianggap mampu untuk mengubah dan menyelamatkan manusia demi masa depan.[6]

B.   Tokoh-tokoh Aliran Progresivisme
1.   William James (11 Jauari 1842- 26 Agustus 1910)
      William James seorang psychologist yang lahir di New York pada tanggal 11 Januari dan meninggal pada tanggal 26 Agustus 1910 di Choruroa, New Hamsher. Selain seorang psikolog ia juga adalah seorang filosof Amerika yang terkenal. Selain sebagai penulis yang sangat brilian, dosen, dan penceramah dibidang fisafat ia juga dikenal sebagai pendiri aliran pragmatisme. James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.
2. John Dewey
      Jhon Dewey lahir pada tanggal 20 Oktober 1859 di Burlington, Vermon dan meninggal pada tanggal 1 Januari 1952 di New York. Tokoh pelopor pragmatisme-progresivisme John Dewey dalam mengemukakan teorinya berangkat dari filsafat pragmatisme yang diukur dengan setandar rasional. Teori Dewey tentang sekolah adalah “Progressivism” yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka munculah “Child Centered Curiculum”, dan “Child Centered School. Progresivisme ini mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas. Filsafat yang dianut Dewey adalah bahwa dunia fisik itu real dan perubahan itu bukan sesuatu yang tidak dapat direncanakan. Perubahan dapat diarahkan oleh pandangan manusia.
3.Hans Vaihinger (1852-1933)
Hans Vaihinger berpendapat bahwa tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan. Satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata. Jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
4. Georges Santayana
        Georges digolongkan pada penganut pragmatisme ini. Tapi amat sukar untuk memberikan sifat bagi hasil pemikirannya, karena amat banyak pengaruh yang bertentangan dengan apa yang dialaminya.[7]

C.   Pemikiran Progresivisme Tentang Pendidikan
            Filsafat progresivisme berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar pada masa datang. Maka dari itu peserta didik dibekali dengan strategi pemecahan masalah yang memungkinkan mereka untuk mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan guna menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini. Mereka percaya bahwa kehidupan itu berkembang dalam suatu arah positif, dan bahwa umat manusia pada dasarnya adalah baik dan dapat dipercaya untuk bertindak dalam minat-minat terbaiknya. Karena itu orientasi utama aliran progresivisme adalah memberi kebebasan pada anak untuk menentukan sendiri pengalaman-pengalaman belajarnya di sekolah. Sekolah menjadi wadah pembinaan dan pendidikan anak-anak didik dalam rangka menumbuh kembangkan potensi agar berkembang kearah maksimal. Guru sebagai pendidik bertanggung jawab akan tugas pendidikannya.[8] Menurut progresivisme proses pendidikan mempunyai dua segi:
1.      Segi psikologis, pendidik harus mengetahui tenaga-tenaga atau daya-daya yang ada pada anak didik yang yang akan dikembangkan.
2.      Segi sosiologis, pendidik harus mengetahui kemana tenaga-tenaga itu harus dibimbing.[9]
Dalam aliran progresiv ini proses belajar mengajar dikelas ditandai dengan beberapa hal antara lain:
a.   Guru merencanakan pelajaran yang membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa.
b.   Selain membaca buku siswa juga diharuskan berinteraksi dengan alam misalnya melalui kerja lapangan atau lintas alam.
c.   Guru membangkitkan minat siswa melalui permainan yang menantang siswa untuk berfikir.
d.   Siswa didorong untuk berinteraksi dengan sesamanya untuk membangun pemahaman sosial.
e.   Pendidikan sebagai proses yang terus-menerus memperkaya siswa untuk tumbuh.
Para pendidik aliran ini menentang praktik sekolah tradisional, khususnya dalam lima hal yaitu guru yang otoriter, terlampau mengandalkan metode buku berbasis teks, pembelajaran pasif  dengan mengingat fakta, filsafat empat tembok, yakni terisolasi pendidikan dari kehidupan nyata, penggunaan rasa takut atau hukuman badan sebagai alat untuk menanamkan disiplin pada siswa.
            Adapun beberapa pemikiran aliran progresivisme lainnya tentang pendidikan yaitu:
1.      Prinsip-prinsip Pendidikan[10]
a.       Pendidikan seharusnya adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan atau kehidupan
b.      Belajar harus berhubungan dengan minat anak
c.       Belajar melalui pemecahan masalah hendaknya diutamakan dari pada pemberian bahan pelajaran
d.      Guru berperan membimbing kegiatan belajar mereka
e.       Sekolah harus menggerakan kerjasama dari pada kompetensi
f.       Demokrasi
2.       Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan menurut aliran progresivisme adalah pendidikan harus memberikan keterampilan dan alat-alat yang bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berbeda dalam proses perubahan yang terus menerus. Pendidkan bertujuan agar peserta didik mempunyai kemampuan memecahkan masalah baru dalam kehidupan pribadi maupun sosial, selain itu pendidikan juga bertujuan membantu peserta didik untuk menjadi warga Negara yang demokratis.
3.      Kurikulum Pendidikan
Kurikulum seharusnya menggunakan pendekatan indisipliner, buku merupakan alat dalam proses belajar, bukan sumber pengetahuan. Metode yang digunakan adalah metode ilmiah dari ikuiri dan metode problem solving. Kurikulum dikatakan baik apabila bersifat fleksibel dan eksperimental (pengalaman) dan memiliki keuntungan-keuntungan untuk diperiksa setiap saat. Menurut aliran progresivisme kurikulum hendaknya:
a.       Tidak universal, melainkan berbeda-beda berdasarkan kondisi yang ada
b.      Disesuaikan dengan sifat-sifat peserta didik
c.       Berbasis pada masyarakat
d.      Bersifat fleksibel dan dapat dirubah atau direvisi

Adapun lima aspek kurikulum dalam aliran progresivisme yaitu:
a.       Reorganisasi di  dalam suatu subjek khusus sebagai langkah pertama mencari pola dan desain yang baru
b.      Korelasi antara dua atau lebih subject-matter
c.       Pengelompokan dan hubungan integrative dalam satu bidang  
pengetahuan, misalnya pendidikan umum dalam ilmu pengetahuan alam dan arts
d.      "core-curicullum" suatu keompok mata pelajaran yang memberi pengalaman dasar dan sebagai kebutuhan umum yang utama
e.       "experience-centered curriculum" yakni kurikulum yang mengutamakan pengalaman dengan menekankan pada unit-unit tertentu[11]
4.      Metode Pendidikan
Metode pendidikan yang biasanya dipergunakan oleh aliran progresivisme diantaranya:
1.      Metode pendidikan aktif, pendidikan progresif lebih berupaya penyediaan lingkungan dan fasilitas yang memungkinkan berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan setiap bakat dan minatnya.
2.      Metode memonitor kegiatan belajar, mengikuti proses anak kegiatan anak belajar sendiri.
3.      Metode penelitian ilmiah, pendidikan progresivisme merintis digunakannya metode penelitian ilmiah yang tertuju pada penyusunan konsep.
4.      Pemerintahan belajar, pendidikan progresivisme memperkenalkan pemerintahan belajar dalam kehidupan sekolah dalam rangka demokratisasi dalam kehidupan sekolah.
5.      Kerjasama pemerintah dengan keluarga, adanya kerjasama antar sekolah dan keluarga dalam rangka menciptakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak untuk mengekspresikan secara alamiah semua minat dan kegiatan yang diperlukan anak.
6.      Sekolah sebagai laboratorium pembaharuan pendidikan, sekolah tidak hanya tempat untuk belajar tetapi berperan pula sebagai laboratorium dan pengembangan gagasan baru pendidikan.
5.      Peran Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Menurut Progresivisme
      Filsafat progresivisme telah memberikan kontribusi yang besar di dunia pendidikan, dimana telah meletakan dasar dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada pesertadidik. Progresivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
a.       Peran Guru
Guru dalam melakukan tugasnya dalam praktek pendidikan berpusat pada anak, mempunyai peranan-peranan sebagai berikut:
1)      Fasilitator atau orang yang menyediakan dirinya untuk memberikan jalan bagi kelancaran proses belajar siswa sendiri.
2)      Motivator, atau orang yang mampu membangkitkan minat siswa untuk terus giat belajar sendiri.
3)      Konselor, atau orang yang dapat membantu siswa menemukan dan mengatasi sendiri masalah-masalah yang telah dihadapi setiap siswa dalam kegiatan belajar sendiri.
      Guru perlu mempunyai pemahaman yang baik tentang karakteristik siswa, dan teknik-teknik memimpin perkembangan siswa, serta kecintaan kepada anak, agar dapat melaksanakan peranan-peranan yang baik.
b.      Peran Siswa
            Progresivisme menganggap setiap peserta didik sebagai subjek pendidikan yang dituntut untuk aktif secara pribadi maupun kelompok. sekolah adalah dunia kecil (miniatur) masyarakat besar, dimana aktifitas ruang kelas difokuskan pada praktik pemecahan masalah, serta atmosfer sekolah diarahkan pada situasi yang kooperatif dan demokratis. Pendidikan berpusat pada anak(child centered). Setiap anak didik adalah unik yang mempunyai pemikiran sendiri, keinginan sendiri, serta memiliki harapan-harapan dan kecemasan sendiri yang berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu, mereka dituntut aktif dalam menyampaikan ide atau gagasan yang mereka miliki secara aktif baik individu maupun kelompok.




[1] Abdurrahman An-Nawawi. Pendidikan Islam Dirumah, Sekolah, dan Masyarakat. (Jakarta, Gema Insani, 1995) h.46
[2] Ibid , h. 47
[3]  Murtadha Muthahari(1992:125)
[4] Muhmidyeli, Filsafat Pendidikan Islam.(Pekanbaru: LSFK2P. 2005), hlm. 161-162
[5] Zuhairi. Filsafat Pendidikan Islam. (Bumi Angkasa. Jakarta : 2008), hlm. 20-21
[6] H. M. Jumberansyah Indar, Filsafat Pendidikan, (Surabaya: Karya Abditama, 1994), hlm.131
[7]   Prof. Dr. H. jalaludin, Drs. Abdullah Idi, M.ed. Filsafat Pendidikan Manusia, filsafat dan Pendidikan (media Pertama)
[8] Ibid
[9] Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif,(Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2004), hlm. 55
[10] Uyoh. Sadullah, pengantar filsafat pendidikan, (Bandung: Alfabet, 2007), hlm. 148
[11] Mohamad Nur Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila, (Surabaya: Usaha Nasional, 1988), hlm 254